Tahun 86, ketika karl heinz rummenige berjibaku dengan diego maradona di lapangan rumput azteca mexico, sapardi djoko damono merilis buku terjemahan dari ahli sejarah tasawuf, annemarie schimmel, “dimensi mistik dalam islam.”
perhelatan piala dunia pada tahun itu akhirnya menjadi milik argentina. kita mengenal si bengal kancil cerdik pandai, yang menampilkan gol “si tangan tuhan” di laga sebelumnya ketika melawan tim inggris. aksinya menyihir jutaan anak manusia penggemar si kulit bundar.
di belahan nusantara, 2 tahun sebelumnya Sapardi menulis sihir hujan:
“Hujan mengenal baik pohon, jalan,
dan selokan – suaranya bisa dibeda-bedakan;
kau akan mendengarnya meski sudah kaututup pintu
dan jendela. Meskipun sudah kaumatikan lampu.
Hujan, yang tahu benar membeda-bedakan, telah jatuh
di pohon, jalan dan selokan –
menyihirmu agar sama sekali tak sempat mengaduh
waktu menangkap wahyu yang harus kaurahasiakan”
Sihir Hujan, 1984
Semenjak lampau Sapardi adalah seorang mistikus. Dia memilih caranya sendiri untuk menyemai hikmah dan iman-nya melalui kata-kata.
dan ketika dua tahun setelahnya ia menerjemahkan karya Annemarie, sejatinya ia sedang ikhtiar untuk menyemai hal lain: tasawuf yang dinusantarakan.
puisi Hujan Bulan Juni baru ia karang di tahun 94, delapan tahun setelah buku itu terbit. Bertepatan dengan gaya timangan Bebeto sesaat seteleh mencetak gol dan melambungnya tendangan Roberto Baggio saat adu pinalti, dan Brazil menjadi juara dunia untuk yang keempat kalinya.
Sapardi, adalah sufi yang meneteskan mantranya lewat puisi. Sapardi “tapa tapaking hyang suksma”, jika kata Mangkunegaran IV dalam Wedhatama. lakunya ibarat orang bertapa, mengikuti jejak yang maha kasih secara “kalakone kanthi laku”. ia sufi yang bukan tanpa ilmu, tapi ilmunya lewat puisi, dan ia capai dengan dan dalam laku.
karena sapardi, seorang mistikus yang sederhana. menghilangkan diri dengan cara mencintai sang pencipta secara rahasia, menghilangkan keakuan penuh syahdu. lebih luhur dan mulia dari sekadar cinta.
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”